Senin, 31 Oktober 2011
ARTIKEL ETIKA BISNIS
Gempa “Enggak” Gempa, Cari Untung Jalan Terus
Kamis, 8 Oktober 2009 | 04:01 WIB
PADANG, KOMPAS.com - Derita korban gempa 7,6 SR di Sumatera Barat (Sumbar) ternyata belum mampu menyentuh hati sejumlah oknum warga yang selamat untuk bersimpati meringankan dampak musibah ini. Sebaliknya, mereka malahan justru menangguk untung berlipat dengan menjual kebutuhan pokok jauh di atas harga wajar.
Rabu malam (30/9), beberapa jam setelah bumi berguncang, ribuan warga yang terjebak antrean panjang kendaraan untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan terjadinya tsunami di Padang telah disuguhkan lonjakan harga gila-gilaan
Di tengah antrean ribuan mobil dan sepeda motor di ruas-ruas jalan yang gelap karena listrik padam, beberapa pemuda menawarkan air mineral gelas dengan harga Rp 2.000 sedangkan biasanya hanya Rp 500 per gelas. Warga yang haus dalam antrean, terpaksa membeli dengan harga yang telah naik tiga kali lipat itu. Ada juga yang menjual rokok Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu per bungkus sedangkan harga normalnya hanya Rp10.000 per bungkus. "Sehari pascagempa, saat warga butuh bahan bakar untuk transportasi, banyak pedagang eceran menjual bensin dengan harga tak wajar, sedangkan membeli ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) harus antre berjam-jam," kata Budi warga di pesisir Pantai Tabing, Padang. Di saat kebutuhan akan bahan bakar minyak, ada oknum warga yang sempat membeli bensin di SPBU dengan harga wajar, tapi kemudian justru menjual lagi harga hingga Rp 40 ribu per liter. Karena memang sangat butuh untuk transportasi dan menghidupkan mesin genset karena listrik PLN padam total, banyak warga yang terpaksa membeli bensin eceran dengan harga gila-gilaan. "Saya terpaksa harus beli bensin itu untuk bahan bakar sepeda motor yang akan dipakai untuk melihat saudara dan keluarga saya yang belum diketahui nasibnya pasca gempa," tambahnya. Melihat kondisi demikian, pemerintah bersikap cepat dengan mengusahakan pendistribusian BBM ke SPBU-SPBU pasca gempa. Instruksi langsung dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro membuat upaya percepatan pendistribusian BBM dapat berjalan cepat. Pada hari ke tiga pascagempa, pasokan BBM ke SPBU-SPBU di Padang dapat mulai lancar dilakukan sehingga antrian panjang pembeli dapat diatasi dan pedagang eceran yang sebelumnya menjual harga melangit terpaksa gigit jari dan menurunkan kembali harga.
Harga di tingkat eceran langsung anjlok menjadi Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per liter dan masih diburu pembeli yang belum mengetahui pasokan BBM ke SPBU telah normal kembali. Namun sebelumnya, ratusan orang dengan sangat terpaksa membeli bensin mencapai Rp 40 ribu perliter dengan pasrah, sebaliknya oknum pedagang tersenyum puas dapat untung berlipat-lipat. Lonjakan harga kebutuhan pokok pascagempa tidak hanya terjadi pada BBM tapi juga beberapa pelayanan jasa dan barang yang sangat dibutuhkan masyarakat atau relawan yang datang ke Sumbar untuk membantu mencari korban yang hilang. Harga yang naik menggila itu seperti tarif taksi yang mencapai Rp 500 ribu sekali jalan, atau kebutuhan bahan masakan seperti cabe yang naik menjadi Rp 100 ribu per kilogram. "Kita tahan dulu makan dengan lauk-pauk pakai cabe. Harga cabe tak terjangkau lagi, karena ada yang menjual Rp 100 ribu di pasar pagi," kata Rama seorang ibu rumah tangga. Mie instan sebagai bahan makanan praktis dan sangat dibutuhkan saat masa darurat juga melonjak tinggi harganya dari biasa Rp 25 ribuan per kardus menjadi Rp 75 ribu per kardus. Kehadiran Menteri Perdagangan Marie Pangestu dengan agenda mengantar bantuan, tidak berdampak besar terhadap upaya menstabilkan harga, sehingga beban masyarakat tetap semakin berat setelah sebelumnya masih trauma karena gempa.
SUMBER http://regional.kompas.com/read/xml/2009/10/08/04012656/gempa.enggak.gempa.cari.untung.jalan.terus
Amboi..., Harga BBM Meroket!
Kamis, 1 Oktober 2009 | 05:18 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - - Harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat pengecer di Kota Padang melonjak hingga Rp10.000/liter seiring dengan menipisnya persediaan.
Berdasarkan pantauan di Padang, Kamis (1/10), stok bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) maupun di tingkat pengecer di kota tersebut mulai menipis, sehingga harga melonjak hingga mencapai Rp10.000 per liter.
Kebutuhan BBM di Kota Padang meningkat akibat aksi borong masyarakat yang khawatir tidak mendapatkan BBM setelah gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter pada Rabu sore (30/9) melumpuhkan aktivitas kota tersebut.
Masyarakat tampak tidak hanya menyerbu SPBU tetapi juga kios-kios pengecer BBM di Kota Padang. Diperkirakan aktivitas masyarakat kota tersebut akan lumpuh pada Kamis siang, mengingat stok BBM di beberapa SPBU sudah mulai habis.
Masyarakat Kota Padang mulai kesulitan untuk mencari BBM jenis premium, sehingga lebih memilih tidak berpergian dengan menggunakan kendaraan.
Sebelumnya Wali Kota Padang Fauzi Bahar menginstruksikan agar pemilik SPBU tetap membuka tempat pengisian bahan bakarnya, mengingat kebutuhan BBM masyarakat cukup tinggi pascagempa.
SUMBER: http://regional.kompas.com/read/xml/2009/10/01/05180765/amboi....harga.bbm.meroket
ULASAN ARTIKEL
Etika merupakan filsafat / pemikiran kritis dan rasional mengenal nilai dan norma moral yg menentukan dan terwujud dalam sikap dan pada perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Alasan etika bisnis diperlukan karena para pelaku bisnis dituntut profesional, persaingan semakin tinggi, kepuasan konsumen faktor utama, perusahaan dapat dipercaya dalam jangka panjang, dan mencegah jangan sampai dikenakan sanksi-sanksi pemerintah pada akhirnya mengambil keputusan.
Dengan adanya kenaikan harga BBM di pengecer, air mineral, mie instan, hingga mencapai lebih dari harga normal tentu saja itu merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi kepada konsumen yang membutuhkan. Pertistiwa ini secara tidak langsung masuk dalam pelanggaran etika bisnis yang terjadi pasca gempa yang sangat merugikan masyarakat. Masyarakat Sumatra Barat terkena musibah, tetapi ada sebagian oknum yang memanfaatkan untuk memporoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal yang dilakukan pelaku bisnis tersebut telah melanggar hak keadilan bagi konsumen. Para pelaku bisnis telah melakukan berbagai macam cara hanya untuk mendapatkan keuntungan semata tanpa memikirkan bagaimana dampaknya bagi konsumen atas kerugian yang telah mereka lakukan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar